Ungkapan "Kami tersihir dalam senyap" tergambar dari perilaku tokoh novel sebagai berikut
Wacana 1
Bu Mus adalah seorang guru yang pandai, kharismatik, dan memiliki pandangan jauh ke depan. Beliau menyusun sendiri silabus pelajaran Budi Pekerti dan mengajarkan kepada kami sejak dini pandangan-pandangan dasar moral, demokrasi, hukum, keadilan, dan hak-hak asasi-jauh hari sebelum orang-orang sekarang meributkan soal materialisme versus pembangunan spiritual dalam pendidikan. Kami diajarkan menggali nilai luhur di dalam diri sendiri agar berperilaku baik karena kesadaran pribadi.
Pada suatu kesempatan, karena masih kecil tentu saja, kami sering mengeluh mengapa sekolah kami tak seperti sekolah-sekolah lain. Terutama, atap sekolah yang bocor dan sangat menyusahkan saat musim hujan. Beliau tak menanggapi keluhan itu, tapi mengeluarkan sebuah buku berbahasa Belanda dan memperlihatkan sebuah gambar.
Gambar itu adalah sebuah ruangan yang sempit, dikelilingi tembok tebal yang suram, tinggi, gelap, dan berjeruji. Kesan di dalamnya begitu pengap, angker, penuh kekerasan dan kesedihan. "Inilah sel Pak Karno di sebuah penjara di Bandung, di sini Beliau menjalani hukuman dan setiap hari belajar, setiap waktu membaca buku. Beliau adalah salah satu orang tercerdas yang pernah dimiliki bangsa ini. "Bu Mus tak melanjutkan ceritanya.
Kami tersihir dalam senyap. Mulai saat itu, kami tak pernah memprotes keadaan sekolah kami. Pernah suatu ketika hujan turun sangat lebat, petir sambar-menyambar. Trapani dan Mahar memakai terindak, topi kerucut dari daun lais khas tentara Vietkong, untuk melindungi jambul mereka. Kucai, Borek, dan Sahara memakai jas hujan kuning bergambar gerigi metal besar di punggungnya dengan tulisan besar "UPT Bel" (Unit Penambangan Timah Belitong)-jas hujan PT Timah milik bapaknya. Kami sisanya hampir basah kuyup. Tapi kami sehari pun tak pernah bolos dan kami tak pernah mengeluh, tidak, sedikit pun kami tak pernah mengeluh.
(Diadaptasi dari Laskar Pelangi karya Andrea Hirata)
Batalkan Jawaban