Cari

Novel

Risalah Hati Bab 8: Saingan Kiana

SAINGAN KIANA

Setelah berada diruangan UKS Kiana perlahan-lahan membuka mata, suara hisakan tangis terdengar dekat ditelinganya. Tangan Kiana digenggam erat, dia tersenyum melihat Iis berada disampingnya.

“Gue kenapa bisa di Uks?” tanya Kiana lirih, wajahnya pucat dan badannya dingin seperti es.

“Lu, udah sadar hiks hiks” Iis menangis sekencang-kencangnya diruangan Uks.

“Gue baik-baik aja kok” Kian menyeka air mata Iis.

Andre dan Fian masuk keruangan Uks, mereka menghela nafas saat melihat gadis cantik itu membuka matanya. Kiana tersenyum kearah mereka berdua dan menyuruhnya untuk kembali lagi kekelas.

“Lu baik-baik aja” tanya mereka kompak tanpa menghiraukan Kiana yang menyuruh mereka kembali kekelas.

“Iya” jawab Kiana pelan.

“Sebaiknya lu pulang aja, biar gue antar” Andre memberikan surat izin sakit.

“Makasih Andre, oh ya Fian lain kali aja yang kita pergi ketoko buku, Maaf” Kiana menerima kertas izin yang dibawa Andre sekalian berpamitan karena hari ini Kiana harus pulang cepat, ia tahu kondisi badanya benar-benar turun. Jika dipaksa dia akan benar-benar Opname di Rumah Sakit.

“Iya, pokoknya lu harus sehat itu yang penting” Fian tersenyum walau begitu ekpresi wajahnya tidak bisa bohong dia begitu khawatir.

“Biar gue aja yang nganter Kiana, gue udah dapet izin dari bu Novi” tanpa basa-basi Iis yang akan mengantarkan Kiana pulang kerumah, dia tahu jika salah satu dari mereka untuk mengantar Kiana akan ada yang cemburu.

“Kok gitu sih, kusut banget sih lu Is!” Andre begitu kesal pada Iis, karena seharusnya dia yang mengantar Kiana bukan Iis.

“Jadi lu apa hah! ngajak ribut sama gue!” Nada bicara Iis meninggi membuat Kiana tersenyum, melihat tingkah para teman sekolahnya.

“Kalian berdua hati-hati ya, nanti pulang sekolah aku langsung kerumah Kiana. Iis tolong nanti kirim pesan ke gue ya alamat rumah Kiana. Aku duluan balik kekelas, oh iya Kiana cepat sembuh yaa..” Fian mengusap rambut Kiana pelan dan tersenyum sebelum dia balik kekelas.

*

Amel Carista adalah sahabat masa kecil Fian, selalu bersama dan paling dekat dengannya. Amel menunggu Fian diluar ruangan UKS tempat istirahat Kiana, dahinya berkerut saat melihat wajah sosok yang ia cintai begitu panik dan khawatir.

“Habis besuk Kiana?” tanya Amel tiba-tiba sambil mengikuti langkah Fian.

“Kenapa?” Fian menghentikan langkahnya dan menatap Amel kesal.

“Heh! Nggak apa-apa, biar dia tahu batasan” Amel mengilangkan kedua tangannya dan mengangkat alis kananya.

Saat jam pulang, Amel ingin selalu dekat dengan Fian. Mereka memang pasangan serasi jika bersama, pesona anggun dan cantik melekat pada sosok amel sedangkan Fian memiliki wajah tampan dan karisma serta poster badan profesional.

Senyuman Amel mengembang ketika dia ingin pulang bersama Fian, tanpa ada kata penolakan darinya. Mereka berdua menuju ke parkiran sekolah, Fian sudah memiliki SIM karena itu dia bisa membawa kendaraan ke sekolahan, ada banyak murid lain juga membawa kendaraannya masing-masing.

Diperjalanan Amel mengajak Fian untuk mampir kerumah, menyapa Mama dan Papanya, kebetulan Papa Amel baru pulang dinas dari luar kota.

“Mampir kerumah ya, Mama udah nanya lho”

Pertama kalinya Fian menolak ajakan Amel untuk mampir kerumahnya. Fian memang berencana untuk datang kerumah Kiana, dia sudah berjanji. Amel langsunv memeluk erat dan membujuknya berkali-kali supaya Fian ingin mampir kerumahnya.

“Lu bisa nggak usah meluk? risih gue” Fian melepaskan lingkaran tangan Amel dipinggangnya.

“Ish!” Amel merenggangkan pelukannya. “Kiana? lu suka sama dia?”

“Nggak, gue cuma khawatir” saat ini Fian benar-benar khawatir dengan keadaan Kiana, apalagi sampai terdengar kabar dia pingsan gara-gara Amel. Yah, oleh sahabatnya sendiri.

“Miris banget dia haha” Amel ketawa mengejek.”Gue cuma nggak habis pikir aja kalo lu bisa suka sama tu orang!” Amel menepuk keras bahu Fian karena kesal.
“Maka dari itu jangan dipikiri Amel” jawab Fian santai.

“Kiana, bukan type wanita idaman lu? benarkan!” Amel makin mendesak dengan pertanyaan yang memang sulit untuk saat ini Fian cerna.

“Nggak juga sih, lu bisa nggak usah banyak tanya bikin nggak konsen aja” Fian mengalihkan pembicaraan Amel supaya dia bisa berkonsentarasi mengendarai motor.

“Iya elah” Amel memukul helm Fian.

Sesampai didepan rumah Amel, akhirnya Fian terpaksa harus mampir. Foto mereka saat masih kecil terpanjang di ruangan tamu, sudah berapa tahun Fian tidak berkunjung tetapi rumah ini belum berubah sama sekali. Dekorasi dan susunan buku tempat mereka dua sering menghabiskan waktu masih seperti dulu tidak ada sedikit yang berubah.

“Ya Ampun, akhirnya kamu mampir juga Nak kesini” Ibu Amel keluar dari dalam kamar dan memeluk Fian.

“Apa kabar Ma” Fian membalas pelukan Ibunya Amel.

“Dia sombong ya Ma sekarang haha” Amel keluar dari dapur dan membawa minuman kesukaan Fian.

“Orang tua kamu apa kabar Ian” tanya ibunya Amel.

“Alhamdulillah sehat Ma, kabar Mama juga sehat dong pastinya hehe” Fian sudah menganggap Ibu Amel seperti mamanya.

“Dasar kamu ini! tentu dong Mama sehat” Ibu Amel mengelus punggung Fian, mereka bertiga mengobrol dengan hiasan canda dan tawa seperti sepuluh tahun yang lalu.
“Syukurlah”.

“Diminum dong, Oh ya gue ganti baju dulu” Amel meninggalkan Fian dan Ibu dan segera mengganti pakaiannya. Setelah beberapa menit Amel kembali duduk bersama.

“Mama, senang sekali saat kamu sekelas sama Amel”

“Iya Ma, walau kadang merepotkan dia” Fian melirik kearah Amel.

“Mana ada, Fian udah nakal Ma sekarang hihi” Amel meledek balik Fian.

“Nakal bagaimana maksudnya, Mama nggk paham” Ibu Amel ikutan meledek Fian, kini pipi Fian makin memerah.

“Dia udah mulai suka sama anak sebelah Ma hihi” Amel terkekeh

“Nggak apa-apa kalau sekedar suka? Toh kalian berdua juga sudah dijodohkan sejak dari kecil” jawab lirih ibunya Amel “Mama harap, perasaan itu cuma untuk Amel saja” Senyum simpul terpancar dari wajah Ibunya Amel.

“Iya Ma, aku akan lebih hati-hati lagi” jawab Fian.

This website uses cookies.